Dari data lahan yang antum berikan, sayangnya ana tidak mendapat informasi tentang arah kiblat yang akurat, karena seluruh perencanaan masjid akan mengacu pada arah kiblat tersebut. Untuk itu ana mengambil patokan arah kiblat di ibu kota kita yaitu 25.12 derajat dari barat ke arah utara. Dengan patokan arah kiblat tersebut, maka bangunan masjid tersebut posisinya akan miring terhadap lahan sehingga kapasitas masjid tidak akan semaksimal jika searah dengan posisi lahan.
Langkah kedua adalah menentukan luasan masjid yang seoptimal mungkin dapat menampung jama’ah dengan luasan lahan yang ada. Dasarnya adalah area sholat yang ideal untuk 1 orang yaitu 0.6 m x 1.2 m sehingga didapatkan luas area ruang sholat adalah 8.4 m x 6 m. Dengan luasan tersebut diperoleh 5 shaft dengan kapasitas 70 jama’ah. Jika shaft lurus dan rapat sesuai dengan kesempurnaan sholat berjama’ah maka insya Allah kapasitas tersebut akan bertambah lagi. Ruang untuk imam dan khotib atau mihrab didesain menonjol berukuran 1.5 m x 3.6 m untuk membedakan dengan shaft sholat. Ketinggian mihrab ini menerus hingga ke lantai 3 agar tidak terputus dengan shaft sholat untuk akhwat di lantai 3.
Langkah ketiga adalah menentukan posisi tangga karena bangunan ini terdiri dari 3 lantai dan jalur untuk ikhwan dan akhwat sebaiknya terpisah. Ruang tangga ini cukup menyita lahan karena minimal lebarnya adalah 1.2 m dimana 2 orang dapat berpapasan pada saat melewatinya. Karena itu pada sisi kanan bangunan dibuat jalur untuk ikhwan di lantai 2 dan di sebelah kiri adalah jalur untuk akhwat di lantai 3. Karena akses untuk ikhwan hanya ke lantai 2 maka tangga didesain berbentuk L sedangkan tangga untuk akhwat ke lantai 3 berbentuk U karena harus melewati lantai 2. Akses dari tangga akhwat ke ruang sholat ikhwan di lantai 2 menggunakan pintu yang hanya dibuka pada saat pelaksanaan sholat jum’at.
Langkah keempat adalah menentukan ruang-ruang penunjang untuk masing-masing lantai dengan berpatokan pada ruang sholat yang telah ditentukan. Lantai 1 digunakan untuk ruang serbaguna dilengkapi dengan toilet untuk ikhwan dan akhwat yang terpisah serta panggung yang dapat digunakan untuk pelaminan dan sebagainya. Selain itu juga terdapat gudang dan ruang untuk menyimpan peralatan sound system. Lantai 2 merupakan ruang sholat untuk ikhwan yang dilengkapi tempat wudhu, kamar mandi serta gudang kecil dan janitor untuk alat-alat kebersihan. Pada sisi kiri yang bersisian dengan tangga diletakkan ruang untuk marbot. Lantai 3 merupakan ruang sholat untuk akhwat. Kapasitas ruang sholat ini tidak sebanyak ruang sholat ikhwan karena terpotong oleh void atau lubang untuk melihat imam di lantai 2. Untuk mengantisipasi peluberan pada saat ramadhan atau acara-acara tertentu maka dapat memanfaatkan dak lantai 2 di atas ruang wudhu. Pada dak lantai 2 ini terdapat lantai glass block yang berfungsi untuk memasukkan cahaya ke ruang wudhu ikhwan di lantai 2. Ruang-ruang penunjang ini memang bentuknya tidak bisa optimal karena bersisian dengan dinding yang berbatasan dengan rumah warga di arah utara dan timur.
Membuat bukaan pada ruang sholat menjadi cukup sulit karena bukaan hanya dapat diarahkan ke barat (jalan) dan selatan (halaman pesantren). Sedangkan arah barat merupakan sisi depan masjid yang harus tertutup agar tidak mengganggu kekhusyukan sholat. Karena itu pada sisi selatan dibuat bukaan yang optimal agar cahaya dan udara masih dapat mengalir ke ruang sholat sehingga ruangan tidak panas dan pengap. Pada bukaan lantai 2 yang bersisian dengan tangga agar tetap memperoleh cahaya dan udara maka ruang tangga didesain terbuka dengan dinding yang ditutup sirip-sirip berbahan GRC agar dapat menahan panas dan tampias hujan. Begitu pula dengan ruang tangga akhwat disisi barat. Pada ruang serbaguna lantai 1 bukaan diarahkan ke sisi barat dengan menggunakan dinding dan pintu kaca. Pada sisi kanan dan kiri terdapat pintu sebagai akses untuk naik ke ruang sholat.
Bangunan masjid ini dinaikkan 60 cm dari jalan agar keagungan dan kesuciannya terjaga. Lantai dasar dibuat lebih tinggi dari 2 lantai di atasnya. Sisi kiri dan kanan teras pintu utama terdapat kolam ikan sedangkan sudut kanan dan kiri lahandigunakan untuk taman hijau. Bangunan masjid ini menggunakan atap kubah diatas ruang sholat utama dan dak beton untuk ruang-ruang penunjangnya. Atap kubah yang dipadu dengan dak beton ini seolah-olah ditopang oleh kolom / tiang besar hingga ke lantai 2, walaupun sebenarnya hanya merupakan dinding yang diberikan warna yang berbeda. Pada mihrab terdapat ornamen kaligrafi berbahan kaca timah yang pada siang hari akan memberikan penerangan pada ruang imam sedangkan pada malam hari terlihat artistik karena cahaya lampu dari dalam.
Bentuk bangunan fungsional dan simpel tanpa banyak ornamen karena Allah tidak menyukai segala sesuatu yang berlebih-lebihan. Paduan warna hijau muda dan hijau tua mendominasi dinding bangunan utama sedangkan dinding bangunan penunjang menggunakan dinding gurat yang dibiarkan natural dengan paduan sirip-sirip GRC berwarna hijau tua. Dinding mihrab yang merupakan bagian paling menonjol menggunakan batu alam berwarna gelap agar ornamen kaca timah lebih terlihat kontras. Pada dinding ini disematkan asma Allah berwarna putih dan tulisan nama masjid di bagian bawahnya. Nama masjid tentunya sudah disiapkan oleh panitia tapi jika ana boleh menyumbangkan nama sesuai dengan misi dakwah yang diemban untuk mencerdaskan umat dimana masjid ini juga merupakan sarana yang akan melengkapi lingkungan pesantren, maka nama yang ana pilih adalah Al Qolam atau pena yang merupakan salah satu sarana paling utama bagi kita untuk menuntut ilmu dan juga merupakan salah satu nama surat dalam Al Qur’an.
Demikianlah Ustadz Abu Fikri Hasan sumbang saran yang dapat ana infaqkan untuk pembangunan masjid ini, mudah-mudahan Allah memudahkan langkah kita semua untuk menggapai ridho Nya. Sekian banyak bangunan masjid berdiri tapi hanya masjid yang dibangun atas dasar takwalah yang akan memancarkan cahaya kebenaran.